Kamis, 25 Februari 2010

Arti sebuah kata "Teman"

Teman, sebuah kata yang selalu kita ucapkan dan selalu kita dengar selama ini, kira2 apa arti kata teman menurut persepsi para pembaca smua....?
selama ini teman sudah membawa beragam cerita dalam hidup gw, membawa banyak cerita yang tak kan pernah terlupakan. orang bilang jarak boleh memisahkan tapi dalam hati, semua itu ga bakalan terlupakan dan lepas dari memori ini.
disini gw pengen nulis dan cerita tentang temen2 yang sudah mewarnai dan memberi memori yang tak kan pernah terlupakan, gw pengen memulai temen2 SD. waktu SD beberapa orang yang sempet menjadi "a part of my good memorial" ada syukur : anak yang sangat pandai dalam hal Olah raga, sempet jadi andalan sampe tingkat kecamatan dalam perlombaan sepak takraw, trus sempet juga ngedampingi gw waktu lomba cerdas tangkas tingkat kecamatan Plupuh, waktu itu kita dapet juara 3, kalah dari SD Jabung 1 dan SD Sidokerto. next ada Gunawan dan Anto ; temen sekaligus tetangga dikampung, gunawan dan Anto ini sebenernya kk kelas, dy temen sekelas mbak novi. mereka berdua adalah temen sepanjang masa, karena pertemanan kami masih berlangsung sampe sekarang, kita masih sering kontek2an dan ga hilang kontak, sedikit berbeda dari syukur yang semenjak lulus SD baru beberapa kali kita ketemuan. Gunawan dan Anto adalah temen yang terbaik dalam ngehabisin masa kecil gw, kita pergi mancing, pergi mandi di sungai dan maen bola bareng, sampe2 saat itu kita punya sandi tertentu kalo kita pengen manggil tanpa harus ngetok pintu rumah, inget banget dlu itu kita pake tepuk tangan buat ngetandain kita kumpul dimana, misal tepuk sekali ke arah utara, 2 kali ke timur dst. thanks friend, three of you was give a great momorial as my little friend.

Jumat, 05 Februari 2010

Khalid bin Walid

barusan baca salah satu tulisan yang menceritakan tentang ke ikhlasan dan betapa hebatnya para sahabat dijaman setelah nabi meninggal, keikhlasan yang begitu hebat dan sosok seorang pemimpin idaman pada masa itu. sempat salah satu pemimpin yang hebat dibidangnya harus dicopot dari jabatannya oleh khalifah umar untuk menghindari adanya motivasi lain dari pasukannya.

teruntuk ustadzku KH Syaiful Ilham Mubarok, semoga Allah memberikan yang terbaik dan selalu melimpahkan segala rahmat dan karunianya, dan semoga ustadz diberikan keikhlasan selayaknya Khalid bin walid dan akan mendapatkan posisi dan kedudukan tertinggi disamping Rasulullah SAW.

berikut sepenggal kisahnya :

Melakoni jalan hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak di pegunungan. Kadang menurun, suatu saat menanjak melampaui pucuk pohon tertinggi. Saat itulah, semua terlihat kecil. Bahkan, puncak gunung pun ada di telapak kaki. Berhati-hatilah, karena di balik gunung ada jurang.

Kurir Khalifah Umar Al-Khaththab agak heran dengan reaksi Khalid bin Walid. Selepas membaca surat khusus Khalifah, panglima perang Islam yang kesohor itu bicara pelan kepada sang kurir. “Jangan sampaikan pada siapa pun isi surat ini.” Dan kurir itu pun setuju.

Itulah pesan Khalid bin Walid sesaat setelah membaca surat penghentian jabatan panglima perang dirinya. Sama sekali, hal itu bukan lantaran ia menolak titah khalifah yang baru dilantik. Bukan pula karena khawatir kalau popularitasnya akan merosot. Ia cuma ingin menjaga agar semangat pasukan tetap prima. Dan kemenangan Perang Yarmuk yang sedang bergolak pun bisa diraih.

Popularitas Khalid dalam kemiliteran Islam saat itu, memang nyaris tak tertandingi. Ia memang sempurna di bidangnya: ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan kharismatik di tengah prajuritnya. Benar-benar idola yang pas buat mujahid Islam saat itu.

Keputusan Umar mengganti Khalid justru di saat puncak ketenaran bukan sebagai jegalan. Justru, Umar ingin menyelamatkan Khalid dari fanatisme yang berlebihan. Beliau pun khawatir kalau pasukan Islam mengalami pergeseran motivasi.

Menariknya, semua itu diterima Khalid dengan lapang dada. Dalam hitungan detik, ia bisa memahami maksud surat Umar itu. Ia tuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan ke penggantinya: Abu Ubaidah.

Itulah penggalan kisah seorang Khalid bin Walid. Pelajaran berharga buat mereka yang mengalami fitnah popularitas. Sekecil apa pun ketenaran, kalau tidak dibangun dengan pondasi yang kokoh, akan menjadi bencana besar. Setidaknya, buat kebaikan diri sang tokoh.

Kalau merujuk pada sosok Khalid bin Walid, ada beberapa bekal yang bisa diambil pelajaran. Pertama, ketokohan Khalid asli datang dari dalam. Bukan sekadar rekayasa media, bukan juga klaim sepihak. Itulah kelebihan khusus Khalid. Rasulullah saw. dan Khalifah Abu Bakar mengembangkan kelebihan itu pada saluran yang pas.

Kelebihan yang alami itulah yang menjadikan ketokohan Khalid tak terbantahkan. Bahkan, oleh musuh sekali pun. Seorang panglima Romawi, Georgius, pernah mengatakan, “Saya ingin sekali jawaban jujur dari Anda, Wahai Panglima. Apakah Tuhan menurunkan pedang dari langit kepada Nabi Anda dan pedang itu diserahkan khusus buat Anda?” Tentu saja, pertanyaan itu membuat Khalid bin Walid tersenyum.

Kedua, Khalid tidak terobsesi dengan ketokohannya. Ia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai bagian dari buah perjuangan. Hal itulah yang pernah diungkapkan Khalid mengomentari pergantiannya, “Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!” Jadi, di mana pun posisinya, selama masih bisa ikut berperang, stamina Khalid tetap prima. Itulah nilah ikhlas yang ingin dipegang seorang sahabat Rasul seperti Khalid bin Walid.

Rasulullah saw. mengatakan, “Siapa memurkakan Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhainya menjadi murka kepadanya. Namun, siapa meridhai Allah meskipun dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhainya dan meridhakan kepadanya orang yang pernah memurkainya. Allah memperindahnya, memperindah ucapan dan perbuatannya.” (HR. Aththabrani)

Ketika popularitas ada di tangan, sebenarnya seseorang sedang berada di puncak godaan. Persis seperti kuli bangunan yang berada di gedung tinggi. Kian tinggi posisinya, semakin besar tiupan angin. Dan kalau jatuh pun akan jauh lebih sakit.

Di antara godaan itu mengatakan, “Anda ini orang besar. Anda tahu apa yang Anda lakukan. Anda tak mungkin salah.” Pada saat yang bersamaan, kalau itu masuk dalam hati dan merembes menjadi sikap diri; orang menjadi ‘ujub. Ia merasa kalau dirinya memang besar. Tak ada yang layak mengatur dirinya. Termasuk, mungkin, oleh Allah swt. sendiri.

Itulah yang pernah diucapkan Iblis. “Saya lebih baik dari Adam. Aku dari api, dan dia dari tanah! Bagaimana mungkin mesti sujud padanya!” Itulah puncak kesalahan dari orang besar. Orang yang terjebak dalam kepopulerannya. Na’udzubillah!

Khalid bin Walid pun akhirnya dipanggil Allah swt. Umar bin Khaththab menangis. Bukan karena menyesal telah mengganti Khalid. Tapi, ia sedih karena tidak sempat mengembalikan jabatan Khalid sebelum akhirnya ‘Si Pedang Allah’ menempati posisi khusus di sisi Allah swt.